JAKARTA – Kejaksaan Agung baru saja mengungkapkan megakorupsi yang tentu menghebohkan publik tanah. Kehebohan muncul dengan adanya jumpa pers penyitaan oleh Kejagung, dengan nominal dan visual real uang yang begitu banyak ditunjukan. Kasus tersebut yaitu dalam hal ekspor CPO minyak sawit 5 korporasi, nilai korupsinya mencapai 11,8 triliun.
Terkuaknya kasus ini patut diapresiasi, kepada Kejagung dan setiap pihak yang terlibat. Oleh karena merekalah, kerugian yang muncul di depan mata ini bisa teratasi, apalagi jumlah yang membludak itu misalkan dialokasikan untuk pembangunan infrstruktur fisik, berapa banyak yang bisa diselesaikan dengan uang sebanyak itu, dan tentu memberikan manfaat lebih banyak dibanding hanya mengalir ke kantong segelintir orang yang terlibat dalam korupsi. Sekali lagi, selayaknya kita apreasiasi.
Namun di tengah keramaian kasus ini, muncul desakan publik dengan sebuah pertanyaan? Ke manakah akan mengalir uang itu. Yang jelas, secara kelembagaan merugikan negara, maka uang korupsi yang disitu itu harus dikembalikan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jangan sampai uang sitaan tersebut mengalir ke tempat lain, bahkan sepersen pun.
Oleh karena itu, publik mendesak adanya transparansi pengembalian uang sitaan korupsi ke kas negara. Bahkan masyarakat menginginkan adanya tracking secara online, sehingga mereka juga tau ke mana saja uang tersebut mengalir, dialokasikan untuk apa saja, artinya masyarakar menginginkan tidak adanya penyalahgunaan kembali kedua kalinya. Faktor utama munculnya desakan ini karena telah menipisnya trust publik terhadap penegakan hukum di Indonesia, yang selalu muncul oknum-oknum penegak hukum terlibat menjadi pelaku korupsi. Serta selama ini publik terus bertanya, tentang muara dari aliran uang sitaan korupsi yang pernah terjadi.
Terpenting dari tuntutan adanya pemantauan ini, penggunaan uang tersebut untuk pembangunan fisik maupun non fisik akan menciptakan kelegaan tersendiri bagi masyarakat. Kemudian bisa saja turut memulihkan pelan-pelan kepercayaan publik terhadap penegak hukum di negeri ini.
Selanjutnya, karena kasus ini masih berada di tahap awal, proses hukum diharapkan terus dilancarkan, dengan tujuan untuk mengungkapkan pihak-pihak yang terkait. Ini kasus besar, pemainya juga tentu tidak satu atau dua orang saja, itu sebagai argumentasi dasar untuk mencari-cari fakta baru dalam kasus ini.
Terakhir, itu bukan hanya sekedar tuntutan, namun wajib ditindiklanjuti, direspon baik oleh pemerintah. Sudah semestinya hak masyarakat itu diindahkan, dan secara bersama-sama kita semua mengawal pembangunan, termasuk dalam konteks kebermanfaatan dari penggunaan uang sitaan korupsi ekspor CPO minyak sawit.
Oktaria Saputra, S.E., M.Si.
Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI
(Jum’at, 20/6/2025)